Senin, 03 Desember 2007

Karoshi

Di-copy-paste dari http://nuradi.wordpress.com/2007/12/03/karoshi/.

Karoshi adalah salah satu kosakata bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai meninggal dunia karena terlalu banyak bekerja. Agak unik memang, kenapa istilah seperti itu perlu semacam penjelasan untuk bisa dimengerti dalam bahasa kita. Jelasnya, dalam bahasa kita (Indonesia), kata karoshi tidak memiliki padanan kata yang seimbang.

Saya kira ini bukan karena bahasa kita lebih miskin kosakata. Kita semua tahu bahwa sejarah bahasa Indonesia cukup panjang. Ia telah mengalami perkembangan selama berabad-abad dari bahasa Melayu. Perkembangan itu sendiri tentunya dipengaruhi oleh kebutuhan akan kosakata dalam bahasa. Kebutuhan untuk saling berkomunikasi. Kebutuhan untuk membahasakan dan memahami suatu gejala, fenomena, tingkah laku, bahkan budaya. STOP dulu!!

Sekarang lebih baik kita pikirkan (lebih baik lagi kalau pakek pusing :-p) tentang budaya. Jepang vs Indonesia. Budaya Jepang vs Budaya Indonesia. Kata karoshi telah menunjukkan betapa hebatnya etos kerja bangsa Jepang. Luar biasa. Bekerja telah menjadi budaya tersendiri di Jepang, yang tentunya jauh bandingannya dengan budaya kerja bangsa kita; saudara mudanya. Lebih baik kita belajar dari etos kerja itu; Budaya kerja bangsa Jepang vs Budaya kerja bangsa Indonesia.

Kita perhatikan; di Indonesia jarang kita temukan orang yang meninggal karena terlalu banyak bekerja (sekali lagi: terlalu banyak bekerja). Mungkin di negara Indonesia kita biasa menemukan orang yang meninggal dunia karena kecelakaan kerja. (Harap dibedakan, ya?!) Di Jepang sana, orang mati karena terlalu banyak bekarja merupakan hal yang sudah biasa.

Pengen bukti?!

Buktinya ya karoshi itu. Banyaknya orang yang meninggal karena terlalu banyak bekerja telah membuat orang Jepang menciptakan kosakata sendiri untuk hal semacam itu. Karoshi. Tidak ada gunanya 'kan mereka bikin kosakata untuk sesuatu kata yang tidak dipakai?!?

Sekarang kenapa kosakata semacam itu tidak ada dalam bahasa Indonesia? Harusnya gak usah pakek pusing kita sudah tahu. Sekarang saja dapat kita ketahui bahwa di Indonesia jarang terjadi orang meninggal karena terlalu banyak bekerja. Adanya paling ya orang meninggal karena kecelakaan kerja. (Kurang berhati-hati, gitu!). Jadi, untuk apa kakek moyang bikin kosakata yang nantinya tidak terpakai?

Dari satu kata ini kita jadi menyadari bahwa mental bangsa kita belumlah seperti mental bangsa Jepang yang merupakan bangsa pekerja keras. Sejarah bangsa kita adalah bangsa yang makmur dengan kekayaan alam yang melimpah. Tidak perlu terlalu banyak bekerja untuk mendapatkan sesuatu dari alam. Apa saja sudah tersedia. Jadi (mungkin) sejak dulu bangsa kita tidak terbiasa terlalu banyak bekerja.

Kata karoshi ini telah menunjukkan karakter seperti apa yang dimiliki oleh bangsa Jepang. Apa yang dimiliki bangsa ini mencerminkan budaya kerja yang dimilikinya. Jepang adalah salah satu negara maju. Ia merupakan satu kekuatan ekonomi dunia. Jelas saja, karena bangsa Jepang memang suka bekerja.

Kita...?? Bangsa kita...?? (Maaf saya tidak bermaksut pesimis).

Baiklah, tidak usah kita membicarakan mentalitas bangsa kita. Yang jelas kita harus sepakat bahwa mentalitas bangsa kita ini harus diperbaiki. Semangat kerja pantang menyerah harus terus ditempa oleh bangsa kita. Biar bangsa kita maju! (hallah...) Menjadi lebih baik, gitu saja...! Biar kita tidak banyak utang. Biar kita bisa mandiri dan dapat menolong diri sendiri. Biar tim sepakbola kita tidak keok mlulu (koq sampai situ?!). Biar orang miskin berkurang.

Semua dimulai dari diri kamu sendiri.

Sabtu, 05 Mei 2007

Bekerjalah dengan Keras

Seringkali kita tidak habis pikir, mengapa walaupun telah berusaha, apa yang kita lakukan tidak juga membuahkan hasil. Perasaan demikian banyak dianggap wajar saja. Dengan telah melakukan sesuatu, kita akan berfikir bahwa kita tidaklah hanya berpangku tangan. Tidak bermalas-malasan.

Padahal pikiran seperti itu merupakan sesuatu kesalahan. Dengan melakukan satu hal kita merasa telah telah gugur dari suatu kewajiban, merupakan satu ciri dari kemalasan. Mungkin ini merupakan salah kebiasaan buruk bangsa kita yang kurang berbuat.

Dalam sepakbola nasional, (sebagai contoh), kita dapat melihat kurangnya spirit bangsa kita dalam bermain. Padahal kualitas individu pemain kita tidaklah terlalu buruk. Malahan sebenarnya bisa mendekati kualitas pemain dunia, -bukan lagi Asia. Jadi, masalah mental individu pemainlah yang membuat prestasi sepakbola kita hanya seperti sekarang.

Hal itu dapat kita lihat, pada saat awal bertanding, permainan timnas kita seringkali sangat baik. Pada awal-awal waktu itu pula timnas mampu mengimbangi tim-tim besar. Bahkan mereka sering memiliki peluang untuk unggul terlebih dahulu. Akan tetapi memasuki babak ke-2, terlebih menit menit akhir, permainan timnas kita selalu berantakan. Seolah tidak ada motivasi bermain lagi.

Apakah memang seperti itu mentalitas bangsa kita?

Baiklah, memang sebaiknya kita tidak usah memusingkan bangsa ini. Kita pikirkan saja diri kita. Bukan berarti kita egois. Yang saya maksud di sini adalah semangat kita untuk bekerja. Bahasa kerennya; etos kerja (halllaah... ;-)).

Sebelumnya perlu kita camkan bahwa setiap kita harus bekerja. Bekerja yang tidak hanya bekerja saja. Akan tetapi harus ada target. Lebih pastinya, tujuan. Ini yang mungkin selama ini kurang diperhatikan. Seringkali kita bekerja dan berusaha hanya sekedarnya saja. Seolah-olah hanya untuk menggugurkan kewajiban kita saja.

Apabila kita bekerja, kita harus secepatnya mewujudkan tujuan kita. Tentunya bersungguh-sungguh dengan segenap pikiran dan kekuatan kita. Semuanya harus dilakukan dengan keras dan mental baja. Apabila satu tujuan telah tercapai, kita harus langsung menentukan satu tujuan kita berikutnya. Demikian seterusnya.

"Tidak ada seorangpun di dunia ini yang bekerja terlalu keras sehingga ia tidak mampu mengerjakan apa-apa lagi". Demikian ungkapan seorang mantan pilot angkatan udara AS pada masa PD I yang kemudian merintis bisnis penerbangan pertama. Maaf..., saya lupa namanya.... :-). (Lagian nama 'kan nggak penting?!). Nyari alasan 'nih critanya....

Pakar motivasi Indonesia, Andri Wongso mengatakan,"Kita harus bekerja keras dalam hidup. Jika tidak, maka hiduplah yang akan keras kepada kita".

Semua harus dilakukan sendiri karena kesuksesan kita hanya ditentukan oleh diri kita sendiri. Apabila anda memiliki cita-cita, anda harus selalu merenungkan, seberapa jauh yang telah anda lakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita itu. Seberapa keras anda telah bekerja dan berusaha.

Seorang teman saya tanya,"Kawan, apa cita-citamu kelak?".
Dia menjawab, "Saya ingin menjadi guru?".
Saya menukas,"Menurut kamu, apa yang telah kamu lakukan untuk mewujudkan cita-citamu itu?".
Dia terdiam menatap saya.